Manajemen Bisnis Penetasan Telur Berbasis Kualitas

Semenjak merebaknya virus flu burung dunia bisnis peternakan unggas mengalami kelesuan. Banyak peternak tidak hanya merugi bahkan ada yang sampai gulung tikar. Flu burung tidak hanya melemahkan para peternak saja tetapi juga minat masyarakat mengkonsumsi hal-hal yang berkaitan dengan unggas menjadi menurun. Setelah isu flu burung mulai mereda peternak mulai bergairah kembali untuk memulai bisnis ternak unggas baik ayam, itik, puyuh dan unggas lain. Kebutuhan akan bibit unggas semakin meningkat sehinga peluang usaha dalam bidang penetasan telur menjadi terbuka dan bergairah. Pengalaman buruk flu burung membuat semua pihak terkait lebih berhati-hati dalam memilih bibit-bibit unggas yang benar-benar sehat dan berkualitas. Karena itu di dalam manajemen penetasan telur perlu lebih menitik beratkan pada kualitas anakan unggas.

Kualitas anakan unggas hasil penetasan telur diukur berdasarkan beberapa parameter yang telah ditentukan oleh lembaga yang berwenang atau Standar Nasional Indonesia (SNI). Misalnya saja klasifikasi, persyaratan mutu, cara pengambilan contoh, cara pengukuran, pengemasan dan pengangkutan bibit. Jika tertarik bisa mendownload beberapa ketentuan standard mutu dan kualitas anakan unggas hasil penetasan telur di http://websisni.bsn.go.id.
Guna menghasilkan DOC/DOD yang berkualitas, perlu ada seleksi ketat yang dilakukan bertahap agar diperoleh keseragaman produksi yang muaranya adalah kualitas. Penentuan kualitas DOC/DOD dimulai dari grade, umur indukan, berat telur, proses penetasan, packing dan terakhir suara pelanggan. Inti dari seleksi tersebut adalah mencapai keseragaman, baik untuk mendapatkan telur tetas maupun di level budidaya.

Grade Bibit Unggas

Grade menentukan kualitas anakan unggas dalam beberapa klasifikasi kualitas. Dalam menentukan grade, setiap farm memiliki kebijakan yang berbeda-beda , biasanya penentuan grade berdasarkan usia indukan yang bisa disimpulkan menjadi bibit muda, menjelang puncak produksi, puncak produksi dan menjelang penurunan produksi atau disebut bibit tua.
Disamping berdasarkan usia indukan, grading juga bisa ditentukan dari perkembangan fisiologis ayam/itik. Meski umur indukan sudah masuk dalam grade usia tertentu, namun jika berat telur tetasnya tidak sesuai standar maka pihak hatchery dapat memutuskan telur tersebut tidak ikut ditetaskan. Namun jika merujuk pada Standar Nasional Indonesia (SNI) maka berat DOC FS minimal 37 gram atau 65% dari berat telur tetas. Berdasar SNI pula, setiap bibit yang dihasilkan harus bebas pullorum.

Packing Bibit Unggas

Dalam hal prosedur packing DOC dan pendistribusian yang baik, harus dilengkapi data-data yang sesuai dengan yang tertera di box DOC. Data tersebut meliputi strain, jumlah, tanggal menetas, garansi bebas penyakit pulorum dan petugas penentuan grade DOC. Pada box DOC sesuai standar kebutuhan seperti ventilasi, kepadatan dan keselamatannya. Selain itu, alat transportasi pengiriman DOC dilengkapi dengan peralatan ventilasi untuk menjaga kenyamanan anak ayam selama dalam pengiriman dan pengiriman DOC segera setelah packing selesai.

Biosecurity Bibit Unggas

Meski begitu, pencapaian kualitas yang baik tidak dapat diraih jika tidak menerapkan biosekuriti terutama untuk hal sanitasi dan fumigasi. Sebelum menjadi DOC, telur tetas sudah mengalami beberapa kali sanitasi dan fumigasi mulai dari seleksi di kandang hingga selama proses penetasan. Fungsinya adalah membunuh bibit penyakit dan mencegah tumbuhnya jamur Aspergillus.
Telur tetas yang berasal dari kandang indukan harus diseleksi dengan kualifikasi bukan telur inap dan tingkat kekotoran. Bahkan telur yang meski tingkat kekotorannya masih ditoleransi tetap dikelompokkan tersendiri agar tidak “mengganggu” kualitas telur yang lain.
Selama proses penetasan sistem ventilasi juga harus diperhatikan. Kipas penarik udara dari luar harus dipastikan bekerja normal. Jika tidak, udara yang diambil juga udara panas Pemanasan yang tidak merata atau terlalu panas akan membuat DOC tetas prematur. Imbasnya, jarak waktu pull chick juga lebih panjang. DOC yang terlalu lama di penetasan akan mengalami dehidrasi, kaki kering dan selanjutnya memengaruhi keseragaman dan pertumbuhan di level budidaya. Faktor yang lain adalah memperhatikan titik krusial dalam penetasan, yakni tiga hari sebelum menetas di mana mulai berfungsinya paru-paru sebagai organ pernafasan. Pada saat itu, sirkulasi udara dan fluktuasi suhu di dalam hatchery harus benar-benar terkontrol dengan baik.

Umpan Balik Pelanggan

Apapun yang kita lakukan semuanya berujung pada kepuasan pelanggan atau konsumen.Baik buruknya kualitas DOC yang dihasilkan suatu breeding farm adalah mampu menujukkan performanya ketika dipelihara. Hal ini bisa kita ketahui hasilnya jika ada masukan dari konsumen bibit unggas yang kita produksi. Jika selama dipelihara memiliki performa yang buruk, maka perlu ada intropeksi terhadap manajemen budidaya. Oleh karenanya, perlu ada standarisasi selama budidaya terutama mulai DOC datang hingga selama fase brooding. Namun jika semua hal yang dilakukan oleh peternak sudah benar, maka perlu ada kontrol di level breeding.



Sumber:
http://galeriukm.web.id