Selama 21 hari dalam mesin tetas, embrio dalam telur seharusnya terus berkembang setiap hari menjadi seekor anak ayam. Tetapi pada umur 2 minggu dalam mesin tetas ada embrio yang mengalami kematian. Berikut ini ada beberapa penyebab embrio mati dalam usia 2 minggu:
- Formulasi pakan induk tidak benar. Kematian embrio dapat terjadi karena pakan induk mengalami defisiensi zat gizi seperti vitamin dan mineral, sehingga metabolisme dan perkembangan embrio menjadi tidak optimal. Untuk mengatasi hal ini, pada ransum induk perlu ditambahkan suplemen vitamin dan mineral yang banyak dijual dipasaran.
- Indukan terserang penyakit. Beberapa penyakit pada induk memang dapat diturunkan kepada anak-anak ayam. Karena itu, pelaksanaan biosekuriti termasuk vaksinasi harus dilakukan secara lengkap kepada induk.
- Telur tidak diangin-anginkan sebelum di inkubasi. Telur adalah benda hidup yang mengalami metabolisme dan mengeluarkan panas. Pada saat pengangkutan dan penjualan dipasar, telur mengalami kenaikan suhu karena pengemasan, penumpukan dan penjemuran, suhu dapat mencapai 40 C. Karena itu, sebelum dimasukan ke dalam mesin tetas, telur perlu diangin-anginkan terlebih dulu sekitar satu jam agar tidak terjadi perubahan suhu yang mendadak. Perubahan suhu yang mendadak dapat menimbulkan kematian embrio pada dua minggu masa inkubasi didalam mesin tetas.
- Temperatur inkubator terlalu tinggi atau terlalu rendah. Suhu diruang inkubator tidak boleh lebih panas atau lebih dingin 2 C dari standar.
- Padamnya sumber pemanas. Padamnya sumber pemanas dapat menurunkan suhu dalam ruang mesin tetas. Jika suhu mencapai 27 C dalam 1-2 jam, maka embrio akan segera mati. terlebih jika usia embrio masih sangat muda. Namun, jika umur inkubasi telah mencapi 18 hari, dampak padamnya sumber panas tidak akan separah dampak sewaktu masih muda. Hal ini disebabkan metabolisme masing-masing embrio telah mmampu membentuk panas kolektif secara konveksi. Namun, jumlah kematian embrio akan semakin besar jika sumber panas padam berkali-kali dalam satu siklus penetassan. karena itu, cadangan sumber panas menjadi sangat penting, terlebih pada lokasi usaha penetasan yang sering terjadi pemadaman listrik.
- Telur tidak diputar. Telur yang tidak diputar atau dibalik karena kelalaian atau matinya sumber listrik jelas akan mempengaruhi posisi embrio. akibatnya, embrio tidak dapat tumbuh normal dan akhirnya mati.
- Kandungan CO2 terlalu tinggi. Aktifnya metabolisme embrio menyebabkan akumulasi CO2 didalam ruang penetasan. Selain dapat menyebabkan kematian embrio, jumlah CO2 yang terlalu banyak dapat menyebabkan DOC yang berhasil menetas menjadi lemas dan lemah. Ventilasi atau aliran udara yang tidak baik menjadi faktor utama terjadinya penumpukan zat asam arang ini.
Pada mesin tetas sederhana, ventilasi yang buruk bisa disebabkan lubang ventilasi yang kotor atau jumlahnya yang kurang. Karena itu, pelaku penetassan harus rajin membersihkan ventilasi. Sementara, kurangnya jumlah ventilasi biasanya disebabkan pelaku penetassan menghemat biaya listrik untuk pemanas. Sebab, semakin banyak ventilasi akan semakin banyak energi listrik yang digunakan. - Telur disimpan pada suhu diatas 30 C. Telur yang berada pada suhu diatas 30 C, bagian putih telurnya akan segera encer sehingga tali pengikat kuning telur akan mudah putus. Apalagi, jika telur akan diangkut melalui medan yang sangat berat, maka tali pengikat tersebut semakin rentan putus akibat guncangan diperjalanan.
- Telur berumur lebih dari 5 hari. Putih telur mudah encer jika setelah berumur 5 hari belum dimasukan kedalam mesin tetas.